Sumber gambar : Instagram @kevinganigani
Bayangkan sejenak: setiap kali kita membuang sisa makanan ke tempat sampah, sebenarnya kita tidak hanya membuang nasi, lauk, atau sayur. Kita juga sedang membuang air, pupuk, bibit, tenaga petani, hingga sumber daya alam yang digunakan untuk menumbuhkan bahan makanan itu. Fakta mengejutkan datang dari data Economic Intelligence Unit, yang menyebutkan bahwa setiap orang di Indonesia rata-rata membuang 300 kilogram makanan per tahun. Akibatnya, sekitar 40% komposisi sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) adalah sisa makanan — sesuatu yang sebenarnya masih bisa diselamatkan.
Dari kegelisahan terhadap masalah besar inilah, lahir sosok Kevin Gani, seorang pemuda asal Surabaya yang kini dikenal sebagai pejuang pangan berkelanjutan. Melalui Garda Pangan, yayasan yang ia dirikan pada tahun 2017, Kevin berupaya menjawab dua persoalan sekaligus: sampah makanan yang menumpuk dan ketimpangan akses pangan di masyarakat.
Awal Mula Garda Pangan: Dari Keresahan Menjadi Gerakan
Semuanya berawal dari satu pertanyaan sederhana yang kemudian menjadi slogan Garda Pangan:
“Why bin it if you can feed people in need?”
(Mengapa dibuang jika bisa memberi makan mereka yang membutuhkan?)
Kevin menyadari bahwa pola konsumsi masyarakat perkotaan sering kali tidak seimbang dengan rasa tanggung jawab terhadap sisa makanan. Makanan yang tampak tidak sempurna entah karena bentuknya kurang menarik atau sedikit lewat dari tanggal ideal, langsung dianggap tidak layak konsumsi. Padahal, sebagian besar masih bisa disantap dengan aman.
Selain merugikan secara ekonomi, sisa makanan yang membusuk di TPA juga berdampak buruk pada lingkungan. Ketika terurai, sisa makanan menghasilkan gas metana, gas rumah kaca yang 23 kali lebih berbahaya dari karbon dioksida. Gas ini turut memperparah perubahan iklim global, yang ironisnya juga berimbas pada ketersediaan pangan di masa depan.
Tragedi seperti ledakan TPA Leuwigajah menjadi bukti nyata betapa seriusnya masalah ini. Bagi Kevin, semua itu adalah peringatan keras bahwa pengelolaan sampah makanan harus segera diubah.
Garda Pangan: Antara Kepedulian dan Aksi Nyata
Melalui Garda Pangan, Kevin tidak sekadar mengampanyekan pentingnya mengurangi sampah makanan, tapi juga mengambil langkah konkret. Ada beberapa program utama yang dijalankan oleh yayasan ini:
1. Food Rescue from Food Business
Garda Pangan bekerja sama dengan restoran, hotel, dan penjual buah untuk menyelamatkan makanan yang masih layak konsumsi, namun tidak memenuhi standar tampilan bisnis. Makanan ini kemudian didistribusikan kepada masyarakat yang membutuhkan.
2. Food Rescue from Event
Dalam acara besar seperti pesta pernikahan, konferensi, atau festival, sering kali ada makanan berlebih. Tim Garda Pangan akan mengumpulkan sisa makanan tersebut untuk disalurkan kembali dengan aman dan higienis.
3. Gleaning on Farm
Program ini menyasar petani. Saat panen raya dan harga anjlok, hasil panen sering dibiarkan membusuk karena biaya panen tak sebanding dengan harga jual. Garda Pangan turun langsung untuk mengambil hasil panen itu dan menyalurkannya. Mereka juga menyelamatkan hasil pertanian yang “tidak sempurna” secara visual — seperti buah yang kecil atau bengkok — namun tetap bernutrisi.
4. Food Waste Awareness Campaign & Biokonversi BSF
Makanan yang benar-benar tidak layak konsumsi diolah menggunakan teknologi biokonversi Black Soldier Fly (BSF). Maggot BSF digunakan untuk pakan ternak, sementara sisa residunya menjadi pupuk organik. Dengan cara ini, siklus pangan benar-benar tertutup dan ramah lingkungan.
Dampak Nyata Garda Pangan
Sejak berdiri pada 2017 hingga tahun 2024, Garda Pangan telah mendistribusikan lebih dari 577.000 porsi makanan kepada hampir 28.000 penerima manfaat. Program ini melibatkan ribuan relawan dan menggandeng berbagai sektor bisnis di Surabaya serta kota-kota lain di Indonesia.
Selain itu, dari upaya pengelolaan sampah makanan, Garda Pangan berhasil mengurangi emisi gas rumah kaca hingga 533.900 kilogram kontribusi besar dalam mitigasi perubahan iklim.
Tak heran jika pada tahun 2024, Kevin Gani dianugerahi SATU Indonesia Award di bidang lingkungan. Penghargaan ini menjadi pengakuan atas dedikasinya dalam menciptakan perubahan nyata di sektor keberlanjutan pangan.
Dan distribusi pangan yang dilakukan Garda Pangan dari waktu ke waktu terus meningkat, menunjukkan semakin luasnya jangkauan gerakan ini. Setiap bulan, Garda Pangan rutin mempublikasikan laporan food rescue di akun Instagram @gardapangan, yang menampilkan data real-time tentang:
- Potensi sampah makanan yang berhasil diselamatkan,
- Jumlah porsi makanan yang didonasikan,
- Jumlah penerima manfaat, serta
- Emisi karbon yang berhasil dicegah.
Lebih dari Sekadar Gerakan: Sebuah Kesadaran Baru
Namun bagi Kevin, penghargaan bukanlah tujuan akhir. Yang lebih penting adalah menumbuhkan kesadaran kolektif bahwa setiap orang memiliki peran dalam menjaga keseimbangan pangan dan lingkungan. Ia percaya, perubahan besar dimulai dari langkah kecil yang konsisten.
Ada banyak cara sederhana untuk ikut berkontribusi:
Ambil makanan sesuai porsi agar tidak tersisa.
Olah ulang makanan sisa, misalnya nasi menjadi nasi goreng.
Bagikan makanan berlebih kepada tetangga atau yang membutuhkan.
Gunakan sisa makanan sebagai pakan ternak atau bahan kompos.
Pisahkan sampah organik dan anorganik sebelum dibuang ke TPA.
Langkah-langkah kecil ini, jika dilakukan bersama, dapat mengubah arah masa depan. Tidak hanya mengurangi sampah, tetapi juga membantu jutaan orang yang masih berjuang untuk sekadar makan.
Menutup Cerita: Harapan di Setiap Piring
Di tangan Kevin Gani dan ribuan relawan Garda Pangan, setiap piring nasi punya makna baru. Bahwa makanan bukan sekadar kebutuhan perut, tapi juga cermin dari rasa peduli, tanggung jawab, dan keadilan sosial.
Gerakan ini mengingatkan kita bahwa keberlanjutan bukan hanya tentang menyelamatkan bumi, tapi juga tentang menyelamatkan manusia yang hidup di atasnya.
Sebuah langkah kecil dari Surabaya, yang kini bergema untuk Indonesia bahkan dunia.
